Selasa, 24 November 2009

Analisa Kritis Pluralisme Agama, Barrack Obama dan 2012 :

Tulisan ini adalah tulisan pesanan. Tentu bukan isinya yang pesanan tetapi topiknya. :)
Seorang teman meminta saya menulis menganai topik Pluralisme gara-gara
saya komentar kayak air hujan nyemplung sumur di blognya. Hi Hi Hi

Saya tidak dapet duit Paid Review gara2 ini, saya juga
tidak juga dapet royalti, tidak juga dapet sumbangan dana dari Asia Foundation. ( gw nggak nyindir lho :)

Jadi harapan saya tulisan ini objektif. Setidaknya objektif bagi diri saya sendiri.

Kata Pluralisme pernah jadi kata angker dulu.
Pernah juga dipuja oleh sebagian orang dan dianggap haram oleh orang yang lain.

Ketika dulu heboh2nya soal Fatwa Mati Ulil Abshar Abdalla, saya bela-belain membaca
buku-buku yang mengulas soal itu. Pihak yang setuju ngomongnya apa. Yang menolak alasannya apa. MUI ngomong apa, ulama ngomong apa, kelompok yang lebih liberal ngomong apa, yang lebih fundamentalis ngomong apa ?

Sedikit intermezo yah : Dalam artikel ini kata liberal dan fundamentalis dipakai sebagai pembeda saja. Tidak mesti selalu diartikan yang lebay-lebay gitu. Liberal dikesankan nggak tahu aturan, sedangkan fundamentalis diartikan tukang ngebom. Kesannya sekarang kan gitu. Padahal kalo dilihat dari asal katanya yah tidak sejelek itu tadinya tetapi gara2 perang opini. Perang citra ya masing2 pihak berusaha menciptakan kesan jelek untuk "lawannya"
Aslinya asal kata liberal itu kan merdeka, kebebasan. Fundamentalis itu asalnya yah dari kata fundamental , pondasi, penting , mendasar. Sedangkan kata radikal itu asalnya juga aslinya baik dari kata radix yang artinya akar. Maksudnya mengakar gitu kan ya ?
Cuma karena perang citra yah citranya jadi sama-sama burem di mata pihak lainnya. Dicitrakan seperti itu.


Dari hasil analisaku ternyata, saya menjumpai hal-hal yang menurut saya agak konyol dalam kasus pluralisme agama. Mengapa konyol ? Karena ternyata definisi pluralisme ini ternyata bisa diartikan berbeda oleh pihak yang menolak maupun yang menerima. Yah tentu saja itu rada konyol . Coba kamu bayangkan :
Kamu berdebat keras, malah sampe gebuk-gebukan gara-gara diskusi soal Siti. Endingnya ternyata kamu tahu yang kamu bicarakan adalah Siti Nurhaliza, sementara yang dibicarakan temanmu ternyata Siti cewek cakep tetanggamu anaknya tukang Soto .

Dalam kasus pluralisme agama, ada banyak kasus diskusi konyol seperti itu. A mengartikan pluralisme itu x, sedangkan B mengartikan pluralisme itu y . Kemudian dua makhluk hidup ini berdebat kurang kerjaan padahal yang mereka bicarakan definisinya beda. Geblek apa geblek coba ?

Apakah saya ngarang ? Yah tentu saja eh tentu tidak ding.

Pluralisme adalah sesuatu yang setahu saya ditolak oleh MUI. Bener yah ? Lha pluralisme yang bagaimana yang ditolak oleh MUI dan kebanyakan kelompok fundamentalis banyak agama ? Pluralisme yang ditolak adalah pluralisme dalam arti menyamaratakan agama sehingga masing2 agama menjadi tidak punya identitas lagi.

Lha pihak yang setuju dengan pluralisme mengartikan pluralisme seperti apa ? Sebagian memang bener ada pihak yang berkata semua agama pada dasarnya sama.
Tetapi ada juga pihak yang setuju dengan pluralisme , karena mereka mengartikan bahwa pluralisme adalah menghargai perbedaan yang memang sifatnya adalah sunnatullah atau sesuatu yang sudah semestinya ada. Perbedaan kan yah pasti ada kan? Menolak adanya pluralisme dianggap sebagai menolak ketetapan Tuhan.

Anda bisa bayangkan segala kekonyolan yang terjadi ketika dua kutup ini berdiskusi dengan definisi yang tidak sama.

Yah sama persis ketika A bacok-bacokan dengan B gara2 Siti tadi, padahal yang satu ngomongin Siti bakul Soto yang satu ngomongin Siti Nurhaliza.

Pihak yang pro pluralisme ngotot pluralisme itu harus, karena perbedaan itu yah pasti ada. Kita tidak bisa membuat segala hal jadi sama kan?

Pihak yang menentang pluralisme sama ngototnya dengan dalih : Toleransi agama itu nggak ada hubungannya sama pluralisme . Karena pluralisme itu kan artinya menyamaratakan agama. Mereka punya istilah mengenai menghargai perbedaan yaitu pluralitas bukan pluralisme. Kalo menurut mereka arti pluralisme itu yah menganggap semua agama itu sama.

Dua kutup tabrakan keras, padahal definisi apa yang mereka perdebatkan saja nggak jelas. A nggak tahu kalo B mengartikan pluralisme seperti apa. B juga nggak tahu kalo A mengartikan pluralisme dengan definisi yang lain. Solusinya yah semestinya : samakan dulu definisinya baru diskusi.

Saya sendiri menganggap bahwa untuk toleran itu memang tidak mesti dilakukan dengan cara menyamaratakan pendapat atau menyamakan semua hal. Karena di dalam setiap hal selain memang pasti ada persamaan yah ada juga perbedaan.

Kita harus belajar untuk menghormati bukan sekedar karena mereka sama dengan kita tetapi justru harus juga ada penghormatan kalo mereka berbeda.

Dalam hal ini setelah mikir-mikir saya rasa fatwa MUI benar.

Cukup masuk akal. Lha Fatwa ini jadi heboh kan karena ada kesan kalo menolak pluralisme berarti menolak toleransi. Padahal sudut pandangnya bukan begitu. Kalo dilihat teksnya dan definisinya bukan gitu endingnya.
Pihak yang menolak maupun menerima ya harus menyamakan dulu definisi masing. kalo pihak yang pro pluralisme mengartikan pluralisme adalah menghargai orang lain. Yah MUI pun setuju itu. Yang ditolak kan pluralisme dalam artian menganggap semua agama sama. Tetapi masalahnya kan cara mendefinisikannya masing2 kelompok ternyata memang lain. Bagi MUI menghormati perbedaan itu namanya itu bukan pluralisme tetapi istilah mereka adalah pluralitas.

Bener kan apa kataku? Dua makhluk hidup berdebat yang satu ngomongin Siti Bakul Soto yang lain ngomongin Siti Nurhaliza.

Kebanyakan pihak yang pro dengan pluralisme kalo menurutku sih karena mereka mendefinisikan pluralisme dengan menghargai perbedaan. Yang namanya perbedaan itu pasti ada. Tetapi memang ada sebagian yang mengartikan pluralisme dengan menganggap semua agama sama. Sesuatu yang mungkin tadinya dipikir baik, tetapi malah dikeroyok oleh umat lintas agama. Hi Hi Hi.

Sebenarnya kalo dipikir-pikir ide pluralisme itu kan gini yah :

Asal muasalnya ada umat beragama dulu tuh di Barat sana sering gebuk-gebukan. Lha karena konflik agama itu berkepanjangan sehingga membuat lelah masyarakat. Kemudian muncullah perlawanan dengan munculnya paham2 baru atau paham yang tadinya memang ada tapi jadi menguat semacam liberalisme , sekularisme termasuk juga tentu pluralisme agama.

Gambarannya gini : Paijo lihat Budi dan Iwan berkelahi .
Budi ngomong : Saya yang paling benar
Iwan ngomong : Saya yang benar.

Lha karena sudah judeg lelah melihat Iwan dan Budi ribut melulu, maka Paijo mikir gimana caranya supaya dua makhluk hidup itu nggak berkelahi. Paijo lalu ngomong sama Budi dan Iwan : Sudah deh , kalian sama benarnya.

Lha asal muasalnya kurang lebih gitu gambaran garis besarnya.

Apakah solusi Paijo itu menyelesaikan masalah ? bagi Paijo mungkin iya. Bagi Budi dan Iwan tidak . Endingnya mereka berdua selain tetap berantem sendiri juga malah ngeroyok Paijo.

Paijo menganggap bahwa idenya bisa menciptakan ketentraman. Orang kok isinya ribut melulu.
Dari sisi Budi dan Iwan, ide Paijo dianggap sesat.

Lha bola salju ini semakin membesar. Tambah keras Budi dan Iwan berkelahi, Paijo semakin berpikir bahwa dia harus mengupayakan idenya diterima supaya tentram.Supaya dunia ini tentram nggak saling berkelahi melulu


Lha semakin Paijo maksa , Iwan dan Budi selain sibuk berkelahi juga sekarang mulai membidik Paijo.

Semakin keras isyu kekerasan atas nama agama, pengusung pluralisme agama juga makin keras karena mereka menganggap itu adalah solusi yang bisa mengatasi kekerasan atas nama agama.

Lha semakin keras kampanye pluralisme, pihak yang menolak pluralisme juga jadi makin keras.
Lha masing-masing pihak entah nggak sadar, atau karena sama-sama merasa sok heroik membuat bola salju itu membesar.
Upaya SI A membuat B makin keras berpikir bahwa dia benar. Begitu juga sebaliknya Upaya SI B aslinya malah membuat Si A semakin berpikir bahwa dia benar.

Kapan selesainya perdebatan ini ? Entar sampai ada kucing beranak bebeklah mungkin akan selesai. Itu juga masih mungkin.

Lha kasus ini menjadi lebih kompleks lagi ternyata karena pluralisme juga kadang-kadang dikaitkan dengan fenomena kiamat atau akhir jaman.

Pihak yang menolak pluralisme tidak segan-segan mengatakan pluralisme itu agama setan. Agama dajjal, antikris dan sebagainya. Sebagian lagi malah mengaitkan dengan isyu 2012.

Saya dapet bocoran dari Mas Ahmed Shahikusuma , dia mendapatkan satu "buku antik" yang mengatakan bahwa Barrack Obama adalah antikristus atau dajjal. Saya juga sudah baca buku itu . Bukunya apa ? Ya rahasia dong. :)

Modus operandinya gimana sih teorinya ?

Caranya menurut buku tersebut kurang lebih begini : Obama akan mendorong perdamaian dan pluralisme akan semakin marak sehingga masing2 agama tidak punya identitas lagi.

Lha yang lebih seru lagi katanya : Menghentikan konflik Israel Palestina identik dengan perbuatan dajjal.
Endingnya tuh Obama akan diuntungkan mendapatkan kewibawaan dunia semakin besar kalo konflik itu berakhir. Lha dia kemudian akan menciptakan tatanan dunia baru yang meminggirkan agama. Isyunya sampai segitunya lho.

Lha kalo menurut saya sih buku-buku model gituan terlalu lebay. Tetapi yang laku kan ya yang lebay-lebay. :)

Tetapi saya rasa tidak bisa dipungkiri kalo konsep konsep pluralisme memang tidak terlalu berhasil kan yah ? :)

Kalo tujuannya untuk menciptakan perdamaian, sedari awal pluralisme itu memang punya resistensi lumayan keras dalam masing2 agama. Tentu saja yang dimaksud di sini jika pluralisme diartikan menyamaratakan agama sesuai definisi MUI.

Jadi bukannya mendamaikan antara A dengan B , C malah dikeroyok keras baik oleh A maupun B. Apakah A dan B berdamai gara2 ngeroyok C. Yah nggak gitu-gitu amatlah. Maka endingnya :
Timbullah front baru : Perdebatan antar agama pada satu sisi, dan perdebatan internal dalam masing-masing agama itu pada sisi lain. Lha perdebatan yang kedua ini tidak kalah kerasnya malahan.

Lalu bagaimana solusinya ? Yah sussah juga ngomongin solusi karena terkait dengan banyak aspek bukan cuma agama saja tetapi juga ekonomi, kepentingan kekuasaan, kepentingan nasionalisme negara dsb. Lha aspek2 ini jelas tidak mungkin diabaikan.
Ribut2 itu kan biasanya faktornya nggak cuma satu. Kompleks banget itu.

Tetapi kalo sudut pandangnya semata-mata agama, saya rasa kebanyakan agama juga sudah menyediakan rambu-rambunya : Pada satu sisi boleh saja menilai tinggi agama sendiri, karena memang ada dasarnya kan yah ?
Pada sisi yang lain kan ada juga tertulis bahwa yang namanya kepercayaan itu tidak boleh dipaksakan.

Sepanjang dua hal itu bisa dilihat secara seimbang, saya rasa masih-masih baik saja.
Saya menghormatimu bukan karena saya sama atau identik dengan kamu atau saya paksain supaya jadi sama, tetapi bahkan andaikata perbedaan itu memang ada, yah mesti tetap saling menghargai.

Tuing Tuing ...See Yu


0 komentar:







Posting Komentar

Terimakasih telah Berkunjung ....Ditunggu Komentarnya Lho....Silahken Silahken.... ^_^