Minggu, 01 Februari 2009

Wajah-Wajah Meringis

Pada suatu hari yang cerah tidak, hujan juga tidak – saya berjalan-jalan. Saya melihat ada yang meringis pada saya. Saya balas meringis. Hemmmm, monggo nggih.

Seseorang meringis lagi, saya bales meringis lagi. Eh ada yang meringis lagi, saya bales lagi. Demikian seterusnya. Sampai akhirnya saking banyaknya yang meringis, habis juga stok meringis saya. Saya pun tidak bisa lagi meringis. Mengapa ? Jawabannya mudah saja : Karena stok meringis saya sudah habis. Hi Hi Hi

Karena stok meringis saya habis maka saya pun pulang ke rumah. Takutnya ada ratusan wajah lagi yang meringis pada saya. Osrammmmm betul kan? Kalau ada satu dua orang yang SKSD sok kenal sok dekat pada saya - Okelah saya bisa menerima. Apalagi kalau yang senyam-senyum itu cewek cakep. Tapi kalo yang meringis itu ribuan orang itu mah horror. Nggak perduli secakep apapun makhluk hidup itu, apalagi kebanyakan yang meringis juga ternyata nggak cakep-cakep banget. Minimal nggak secakep saya. Huuuuuuuu.uuu!!!....Hush. Jadi penonton nggak boleh kebanyakan protes ya? Hi Hi Hi.


Dalam perjalanan pulang ternyata masih saya jumpai banyak sekali wajah-wajah yang meringis. Karena stok meringis saya sudah habis ludes, ya sudah tak cuekin saja. Eh gimana kalau saya peletin ? Stok melet saya kan masih lumayan banyak. Saya pun mulai menjulurkan lidah melet-melet. Eh mereka cuek saja tetap meringis. Saya melet-melet lagi ternyata mereka juga tetap meringis. Saya jadi curiga jangan-jangan mereka itu pakar mringis. Saya pasang muka melotot, mereka meringis. Saya pasang muka sedih, saya pasang wajah sendu merayu, hiks eh ternyata mereka masih meringis juga. Tobil tobil. Astaganaga kutu kuda....??? Konsisten banget ya ?


Lama-lama saya malah jadi kasihan. Mereka itu biarpun pakar. Tetapi kok ya pakar meringis. Bisanya ya cuma itu. Cuma bisa meringis doang. Kehujanan meringis, kepanasan meringis, sampai diterjang badai pun masih meringis. Udelnya bolong, Kumisnya hilang sebelah, bahkan masih bisa meringis. Hebat, konsisten dalam meringis- tetapi sayangnya nggak ada hal lain yang bisa dilakukan selain yahhh.....ya cuma meringis itu.


Saya terharu dengan konsistensi mereka dalam meringis. Akhirnya saya dekati saya tanya. “Eh mau kamu apaan sih ?” Eh Mereka meringis lagi. Lagi-lagi meringis. Huh. Bosen saya.

Eh tapi di bawah wajah meringis itu ternyata ada tulisannya lho. “MOHON DOA RESTU.”


Ooooo, gicu ya ?

Duh kalian ini begitu konsistennya dalam meringis sampe minta doa restu segala. Saya jadi terharu. Ya sudah kalian tak restui. Stok restuku kan masih banyak. Wahai wajah meringis, oke kamu saya restui untuk meringis.


Eh kamu juga minta direstui? Ya sudah kamu juga saya restui untuk konsisten dalam meringis. Kalo soal bales meringis memang stok saya terbatas, tetapi kalo soal memberi doa restu - stok saya kan masih banyak banget.


Akhirnya saya restui pakar-pakar meringis itu satu demi satu. Duh tapi kok yang minta banyak banget ya ? Gaswat lama-lama stok doa restuku juga bisa habis nih. “Sudah...sudah...Stop” kataku. STOP. Eh wajah-wajah meringis itu nggak mau tahu. Masih tetep minta doa restu. Saya pun jadi panik. Enaknya gimana ya ? Gimana kalo saya rayu saja mereka. “Sorry ya mas, mbak, diajeng ...saya ngggak bisa lagi ngasih restu. Sudah habis soalnya. Eh gimana kalo kamu tak kasih onde-onde saja ??? “


Wajah-wajah meringis itu tetap meringis dengan dinginnya. Dan tulisan di bawahnya tetap nggak mau berubah. “MOHON DOA RESTU”.


Duh, gaswat...gaswat...- Gimana dong ?




0 komentar:







Posting Komentar

Terimakasih telah Berkunjung ....Ditunggu Komentarnya Lho....Silahken Silahken.... ^_^