Kamis, 12 Februari 2009

Balada Dukun Cilik

Selain berita mengenai banjir di berbagai daerah di tanah air termasuk banjir di rumahku yang memecahkan rekor selama 15-20 tahun terakhir. Sampe sedengkul bro... Duh….engkang…hi hi hi – berita heboh lainnya adalah berita mengenai tewasnya 4(empat) orang akibat praktek pengobatan dukun cilik di Jombang, Jawa Timur. Kematian keempat pasien dukun cilik itu memang bukan secara langsung akibat praktek pengobatan sang dukun cilik - tetapi akibat capek antri berdesak-desakan dengan kondisi badan yang sangat mungkin sudah kurang sehat. Orang yang pergi ke tempat sang dukun itu kan memang sebagian besar orang yang ingin kesembuhan akibat penyakit yang dideritanya. Orang yang sudah sakit harus antre sampe ribuan orang akibatnya kemudian fatal.


Sang dukun imut-imut itu (memang imut lho - masih SD lagi) kabarnya juga harus dilarikan ke rumah sakit akibat capek berat harus melayani ribuan pasiennya. Rupanya air bertuah itu tidak terlalu manjur untuk menyembuhkan capek-capek badan dukun cilik sendiri.


Apakah aslinya sang dukun itu tidak sakti ?


Yah gicu deh, jawaban standarnya pada bulan mei – meibi yes mei no. Omongan seperti ini memang debatable, soalnya dukun sunat juga tidak pernah bisa menyunat anunya sendiri, dokter gigi tidak bisa mencabut giginya sendiri, dukun pijet juga nggak bisa menyembuhkan keseleonya sendiri. Konon aturan mainnya memang seperti itu. Konon katanya aslinya memang harus gicu lho. Katanya siapa sih? Katanya konon.


Seperti biasa pula setiap kali ada kasus biarpun itu kasus klise maka pasti ada sejumlah cecet coet heboh dari sejumlah tokoh atau setidaknya sejumlah makhluk hidup yang dianggap tokoh, termasuk celotehan blogger kurang kerjaan yang menulis tulisan ini. Ada tokoh yang meninjau masalah ini dari sisi agama, ada yang meninjau ini dari sisi kedangkalan pengetahuan masyarakat, ada yang melihatnya dari sisi kemiskinan, ada yang melihatnya dari sisi penipuan konsumen, ada yang melihatnya dari sisi kehebatan team marketing, diskriminasi pelayanan kesehatan, masalah sosial budaya, eksploitasi anak di bawah umur dan sebagainya. Banyak deh kaitannya.


Televisi yang sama yang memuat sejumlah tayangan mistik dan pengobatan alternatif mendadak jadi sok ilmiah dengan mengait-ngaitkan masyarakat yang kurang pengetahuan dengan praktek perdukunan. Duh Tobil-tobil goyang dombret. Negeri yang para tokoh politiknya, para pemimpinnya masih butuh sowan ke dukun untuk menjadi caleg dan calon pemimpin masihkah layak gembor-gembor sok ilmiah.


Kasus ini memang kasus klise, karena toh sudah berkali-kali terjadi : Berapa kali coba sejumlah kasus yang melibatkan antrian banyak orang menghasilkan kematian – karena sulitnya mengkoordinasi antrian, entah itu pembagian zakat, pembagian sembako, pembagian makanan, pembagian angpao imlek dan sekarang kematian akibat pengobatan alternatif gratis. Kalo yang dipermasalahkan bukan kesalahan pengaturan antriannya tetapi model pengobatan alternatifnya - Ada berapa macam praktek perdukunan di Indonesia? Berapa banyak tayangan2 model model “begituan” ditonjolkan di televisi, di Koran dan sebagainya? Malah dukun2 di Indonesia difasilitasi oleh televisi. Betul atau bentul ?


Kalo ributnya sekarang para tokoh yang terhormat, kemarin anda dimana bapak-bapak, ibu-ibu? Apakah anda barusan pulang dari luar negeri atau baru terbangun dari mimpi? Ah itu kan biasa lovepassword kalau ada kasus - semua orang jadi kepengin ikut bicara bukan? Yah termasuk kamu itu lovepassword. Hush. Kok malah aku sih? Hiks.


Oke gini ya sayangku cintaku, masalah pengobatan alternatif itu memang asli pusing versus pusing. Sebelum anda para pakar ini memprotes, coba anda bayangkan dulu – menurut anda : mengapa sih banyak orang yang mau pergi ke pengobatan alternatif?


Ada yang mau menjawab ?


Menurutku sih Ada berbagai kemungkinan jawaban :


Pertama : Pengobatan yang dianggap lebih ilmiah ternyata tidak berhasil menyembuhkan. Jadi pergi ke pengobatan alternatif terlepas benar atau salahnya dianggap sebagai bagian dari ikhtiar atau usaha. Dalam kasus seperti ini tidak ada gunanya para pakar ilmiah memprotes. Mengapa tidak ada gunanya memprotes ? Ya karena pengalaman pasien itu sendiri yang bercerita pada isi kepalanya bahwa pengobatan ilmiah tidak manjur dalam kasus mereka masing-masing. Tidak ada solusi ilmiah yang bisa dilakukan dalam hal ini, karena pengobatan ilmiah itu sendiri dianggap sudah mentok dimata pasiennya sendiri.


Kedua : Pengobatan ilmiah baca kedokteran dirasa mahal bagi sebagian besar orang. Karena tidak mampu pergi ke dokter yang dianggap mahal, maka manusia mencari alternatif lain yang dianggap lebih mungkin, yang lebih masuk akal. Jadi pergi ke dukun bagi sebagian besar orang justru masuk akal, sangat masuk akal malahan. Mengapa ? karena mengharapkan kesembuhan via rumah sakit lebih tidak masuk akal bila tidak punya uang.


Tapi lovepassword, puskesmas itu nggak mahal-mahal banget, obat generic ada, juga ada program jaminan kesehatan masyarakat - sehingga teorinya : rakyat miskin juga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Yah memang sih. Teorinya memang gicu. Tetapi ini teorinya lho ya.


Dalam tataran praktis selalu ada ketidaknyamanan orang2 miskin dalam memperjuangkan haknya mendapatkan jaminan kesehatan yang layak. Ketidaknyamanan itu bisa terjadi karena minder, karena diskriminasi pelayanan, panjangnya birokrasi untuk mendapatkan potongan harga, perangkat Negara yang korup ( untuk membuat surat miskin butuh tanda tangan perangkat Negara bukan ? ).


Lalu Bagaimana untuk solusi orang sakit tipe kedua ini ? Solusinya ya harus diadakan sistem pengobatan yang murah, nggak ribet dan terjangkau oleh orang banyak. Kalo solusi itu tidak bisa dipenuhi ya saya rasa cukup masuk akal bila orang yang tidak punya uang menyesuaikan diri dengan kondisi sosialnya. Ini bukan kebodohan. Itu justru lumayan masuk akal.


Gambaran kasarnya gini ya : Kalo memang rumah-rumah sakit tujuannya semulia itu, sama seperti visi misinya. Kalo memang aparat negara hatinya sungguh semulia itu sama seperti iklannya - ketika jelas-jelas ada ribuan orang sakit yang miskin antre di rumah seorang dukun ingusan. Mestinya : dengan sangat mudah orang2 itu bisa diangkut ke rumah sakit terdekat lalu dibiayai oleh Negara. Tul nggak?


Faktanya adalah : Apakah ada kejadian seperti itu? Minimal apakah ada rumah sakit dan pejabat yang memikirkan itu? Yah anda lihat sendiri mereka lebih heboh meributkan kebodohan masyarakat ketimbang bagaimana menyembuhkan kebodohan itu dengan aksi nyata. Endingnya : Orang-orang sakit cuma diusir begitu saja. Setelah itu apa? Yup..Yup seperti kamu itulah lovepassword.

Gaya lovepassword buanget gicu loh. Kebanyakan ngritik tapi OD. Omong doang. Hi Hi Hi. Pergilah kalian wahai manusia-manusia tolol, jangan kau cemari negeri ini sehingga terkesan negeri ini dipenuhi oleh orang-orang tolol. Padahal katanya sih : Fakir miskin dan anak2 terlantar dibiayai oleh Negara. Tapi kok solusinya adem bener ya : Orang2 miskin diusir begitu saja.


Masalah terakhir yang juga menarik untuk kita lihat adalah : Apakah pengobatan sang dukun ingusan itu memang tidak ilmiah sesuai omongan para pakar ? Lho lha memangnya apa menurut kamu ilmiah ? Persisnya sih aku nggak tahu. Maklum kan bukan pakar. Karena itulah aku melemparkan topik ini. Biar rame gicu lho. Hi Hi hi.


Kriteria ilmiah itu apaan sih? Saya barusan membaca buku True Love of The Water karya Masaru Emoto. Konon kabarnya air yang didoakan memang punya khasiat penyembuhan. Ini sekali lagi katanya konon lho ya. Bukan omongan saya. Air yang sudah tercemar pun bila didoakan bentuk kritalnya akan berubah menjadi lebih baik. Lebih keren gicu loh. Konon air juga memang berkhasiat pengobatan. Ah itu cuma tahayul love? Tau ah, katanya yang nulis professor lho. Profesor beneran mudah-mudahan.


Penelitian itu nggak ilmiah, love - karena teknik pengambilan sampelnya tidak jelas. Lagipula penelitian itu tidak objektif.


Lha siapa juga yang perduli dengan objektif? Orang sakit tidak ada yang perduli dengan objektif, teman. Kalo ada 100 orang sekarat tidak sembuh tapi aku sembuh. Kesembuhanku itu jauh lebih penting, jauh lebih tinggi nilainya daripada hal lain.


Lagipula pertanyaan mendasarnya : Apakah objektif itu memang ada sih ?


Kalo menurutku sih nggak ada. Objektif itu Tidak ada. Mengapa objektif itu tidak ada atau cuma sekedar gambaran ilusi semata? Pertama : Tidak ada batasan verifikasi yang layak secara konseptual. Batasnya objektif itu apa? Nggak papa karena memang nggak ada. Ada pakar yang mau protes ?

Kedua : Konon sekali lagi konon : kalo kita bicara mekanika kuantum, maka akan kita jumpai selalu ada keterkaitan antara objek yang diteliti dengan penelitinya. Artinya apa ? Artinya ya sifat penelitian pada dasarnya adalah selalu subjektif. Objektif itu sendiri semu.


Sekali lagi ini bukan tulisan pakar, jadi ya jangan dipikirkan dalem-dalem gicu loh, apalagi dibedah dengan ilmiah. Wuihhhh….OSRAM.



LINK Terkait :

http://www.kompas.com/read/xml/2009/02/02/23132744/dukun.cilik.jombang.tolak.pindah.tempat.praktik

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/02/06/dukun-cilik-jombang-rationality-vs-magic-power/

http://www.detiknews.com/read/2009/02/10/111517/1082328/10/dukun-cilik-sakti-ponari-dieksploitasi.



0 komentar:







Posting Komentar

Terimakasih telah Berkunjung ....Ditunggu Komentarnya Lho....Silahken Silahken.... ^_^