Bagi rekan-rekan yang ingin membaca ulang percakapan antara Sang Madam dengan Pejabat terhormat kita - silakan lihat salah satu transkrip percakapannya di :
http://manusiasuper.wordpress.com/2008/06/12/kutipan-pembicaraan-arthalyta-dan-jaksa-jijik/
http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/35859/448/
Apa komentar sang jaksa yang terancam dipecat ?Jabatan itu amanah....- katanya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Seorang teman menceritakan sebuah lelucon yang berbau sindiran kepada saya :
Alkisah Setan yang biasanya dijadikan kambing hitam atas dosa manusia mengadu kepada Tuhan.
“Tuhan, manusia itu nggak bertanggung jawab banget. Masak setiap mereka yang salah mereka malah menyalahkan saya. Kata mereka khilaf, karena tergoda bujukan Setan.
Lha mereka yang berbuat kok enak saja saya terus yang disalahkan.
Tuhan melirik setan sejenak lalu menjawab pelan. “Halah.. tan…tan. Gitu aja kok repot. Kalem aja tan. Jangankan kamu – lha wong Saya saja mereka jadikan kambing hitam juga. Setiap ada musibah katanya kehendak Tuhan. Lha wong musibahnya dipecat karena korupsi kok bilang kehendak Tuhan. He lha dalah. Piye to janjane pikirane wong kuwi ?
Setan pun lalu cuma bisa menghela napas maklum. Lha gimana lagi lha Sing Nggawe Urip saja ternyata juga mendapat perlakuan yang sama. Masak dia mau protes.
Konsep Takdir Tuhan adalah konsep yang memiliki sisi baik. Begitu pula konsep lawannya yaitu konsep Kehendak Bebas Manusia atau konsep Usaha Manusia juga memiliki kebaikan pula. Dua konsep yang saling berlawanan ini tidak terkait dengan agama tertentu karena setahu saya perdebatan antara dua konsep itu justru ada dalam banyak agama. Jeleknya : banyak juga pihak yang malah menyalahgunaan pertentangan kedua konsep ini untuk menyerang agama lain. Pemimpin agama X menuduh agama Y nggak bener karena ayat-ayatnya saling bertentangan. Pemimpin agama Z menuduh agama X dengan argumentasi yang sama. Padahal pertentangan antara dua konsep ini ada juga dalam agama mereka masing-masing.
Sisi positif konsep Takdir Tuhan adalah menunjukkan kerelaan manusia untuk menyadari bahwa ada kekuatan lain yang tidak selalu bisa dia kendalikan. Konsep ini seringkali tidak bisa dijelaskan dengan pikiran rasional. Tetapi kenyataannya memang dalam hidup ini selalu ada batas antara sesuatu yang bisa dijelaskan dan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.
Ketika Aceh hancur total terkena Tsunami, orang yang pro dengan kehendak bebas mungkin bisa memberikan sejumlah logika alasannya misalnya saja karena tidak ada hutan bakau, karena peringatan bencana yang jelek, kerusakan lingkungan dan masih banyak lagi. Tetapi kalau dikejar terus oleh pihak-pihak yang pro takdir. Mengapa yang ketabrak balok kayu yang hanyut kok rumahnya Bapak X bukan rumah Bapak Y. Adakah penjelasan yang logis terhadap pertanyaan model begini. Mau pake Hukum Probabilitas ? Probabilitas bukankah konsep yang sangat dekat dengan Takdir Tuhan ?
Ketika anda melempar dadu, lalu muncul mata dadu enam, siapakah yang dapat menjelaskan mengapa yang keluar adalah angka enam, bukan angka satu – Mengapa pada waktu itu yang keluar enam, mengapa kok bukan empat saja?
Akal manusia memang sangat-sangat terbatas. Ketika kita dikejar terus oleh logika dan logika, kita akan tiba pada satu titik dimana akal kita tidak bisa menyelesaikan persoalan. Jangankan menyelesaikan - sekedar tahu atau sekedar menjelaskan saja mungkin tidak bisa.
Manusia hidup terikat oleh ruang dan waktu. Begitu juga pikiran manusia dipengaruhi oleh ruang dan waktu mereka masing-masing. Disinilah konsep Takdir Tuhan menjadi pengisi kekosongan logika manusia.
Sisi jelek konsep Takdir Tuhan tentu juga ada. Kelemahan konsep ini tergambar dalam cerita di atas. Seorang maling atau siapapun yang melakukan kesalahan dengan “sangat religius” melemparkan kesalahannya kepada Takdir Tuhan. Dengan penuh keharuan kita boleh saja berkata : “Jabatan itu amanah dari Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki saya menjabat ya saya menjabat. Kalau Tuhan ingin menarik amanah , ya saya juga harus ikhlas menerimanya.”
Sekilas kalimat itu terdengar religius banget. Pantesnya yang ngomong begitu tentu orang yang saleh, dan sejenisnya. Tetapi ketika anda mendengar omongan seperti itu dari seorang pejabat yang dipecat karena ketahuan menyelewengkan kekuasaan, apa kira-kira yang ada dalam kepala anda ?
Ingin tertawa ? Sebel ? jengkel ? atau justru bahagia karena pejabat kita ternyata banyak yang religius ? . I dont know. Saya nggak tahu pikiran anda. Kalau saya sih nggak sebel. Cuma tersenyum-senyum sendiri - seperti orang gila.
Konsep Takdir yang seperti ini atau mungkin lebih tepat bila saya katakan : “Penyelewengan Konsep Takdir Tuhan” inilah yang dikritik keras oleh orang-orang liberal. Saya tidak ingin mencampur baurkan antara konsep liberal dengan konsep kehendak bebas. Keduanya jelas punya domain dan identitas masing-masing. Tetapi saya pribadi menganggap bahwa secara umum kaum liberal punya kedekatan dengan konsep kehendak bebas manusia atau konsep hasil usaha manusia.
Kalau anda bertanya kepada seorang Islam Liberal semacam Ulil Abshar Abdala : Mengapa terjadi bencana dengan dampak yang begitu luar biasa di Aceh ? Kecil kemungkinan anda akan menerima jawaban karena takdir Tuhan. Bagi seorang Ulil, kalaupun Takdir itu ada – jelas bahwa unsur kebodohan atau kelalaian manusia berperan cukup banyak disitu. Kalau terus-menerus menyalahkan takdir- manusia tidak belajar instropeksi, tidak belajar bertanggung jawab.
Ketika anda menanyakan ini kepada seorang Kristen Liberal, jawabannya ya kurang lebih senada dengan Ulil. John Shelby Spong, salah seorang Kristen Liberal yang juga sering dicaci maki oleh kalangan Kristen, menulis sebuah sindiran dalam sebuah buku : “Doa orang Kristen mirip doa anak kecil kepada Sinterklas”. Apa artinya ? Artinya penuh dengan kepercayaan yang boleh dianggap sebagai tahyul. Iman yang berlebihan, doa tanpa aksi nyata, tanpa usaha, tanpa instropeksi adalah tahyul besar bagi kaum Liberal dalam agama manapun - yang memang lebih menekankan pada kehendak bebas atau usaha manusia.
Dimata orang yang pro takdir : kaum yang pro kehendak bebas adalah orang-orang sombong bahkan musyrik yang berani menisbikan peranan Tuhan. Orang-orang sombong yang menganggap segala sesuatu adalah hasil usaha manusia. Seolah-olah Tuhan itu tidak ada.
Dimata orang yang pro kehendak bebas : kaum pro takdir adalah orang-orang pengecut yang lari dari tanggung jawab. Orang-orang yang tanpa tahu malu selalu melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain, melemparkan dosa kepada setan bahkan secara langsung atau tidak langsung menyalahkan kepada Tuhan.
Orang pro takdir memandang memang seharusnya cara beragama adalah seperti cara beragama mereka yang penuh dengan kerelaan.
Orang-orang pro kehendak bebas menekankan bahwa kaum mereka adalah kaum yang menekankan pada tanggung jawab.
Mana diantara mereka yang benar ? Saya tidak bisa menjawab. Bahkan sejarah agama-agama besar yang sudah berusia ribuan tahun pun juga tidak mau membuat keputusan. Orang pro takdir punya ayat favorit, punya logika tersendiri. Orang pro kehendak bebas juga tentu punya dalil agama yang sama kuatnya.
Kalau saya diharuskan memilih, rasanya saya tidak bisa memilih. Saya mengagumi kerelaan hati para kaum pemuja takdir Tuhan. Meskipun kerelaan itu bisa dengan mudah terpeleset menjadi kerelaan semu hanya dibibir saja atau melarikan diri dari tanggung jawab. Di sisi lain, saya juga cukup mengagumi cara berpikir kaum pro kehendak bebas yang penuh semangat tanggung jawab dan memperbaiki diri. “Kalau saya jatuh, ya itu karena kesalahan saya. Saya harus belajar dari kesalahan itu.” Meskipun pikiran ini memang berpotensi berubah menjadi kesombongan. "Kalau saya jatuh, itu karena saya goblok - kalau saya berhasil ya itu karena usaha saya sendiri."
Kata teman saya, logika komputer disusun oleh bilangan biner. Bilangan nol dan bilangan satu. Tidak ada yang namanya bilangan banci. Error itu.
Dalam kasus ini.... - hmmm - ingin rasanya saya menjadi banci saja.
Jadi setengah nol – dan jadi setengah satu. Tetapi bolehkah itu ?
Bolehkah kita memilih menjadi setengah pro takdir dan setengah pro kehendak bebas ?
Saya malah agak khawatir bakal ditolak di semua surga. Di surganya pro takdir saya pasti ditendang keluar. Di surganya pro kehendak bebas, apalagi - Saya pasti akan dilemparkan ke lautan bara.
Duh....Enaknya gimana, ya ? Tolong....dong..!!!!!!
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah Berkunjung ....Ditunggu Komentarnya Lho....Silahken Silahken.... ^_^